MENGENAL LEBIH DALAM LAGI TENTANG JEMBATAN
MENGETAHUI
TENTANG SYARAT-SYARAT PERENCANAAN JEMBATAN, PERATURAN LEGAL DALAM PERENCANAAN
JEMBATAN, BAGIAN BAGIAN DARI KONSTRUKSI JEMBATAN, BENTUK-BENTUK JEMBATAN DAN
BEBAN BEBAN YANG BEKERJA DALAM PERENCANAAN STRUKTUR JEMBATAN.
Ø Jembatan
secara umum adalah sebuh konstruksi yang berfungsi untuk menghubungkan dua
bagian jalan yang terputus oleh adanya rintangan-rintangan seperti lembah yang
dalam alur sungai, danau, saluran irigasi, kali, jalan kereta api, jalan raya
yang melintang tidak sebidang dan lain lain.
Ø Syarat-syarat
(pertimbangan) Perencanaan Jembatan yang Layak
Proses perencanaan jembatan perlu
dipahami terlebih dahulu sebelummelakukan penghitungan dan pemilihan bentuk
struktur sehingga perencanaan yang dihasilkan dapat memenuhi fungsi struktur,
bentuk yang sesuai, efisien dan punya fungsi estetika untuk itu dipandang perlu
untuk mempelajari /melaksanakan proses perencanaan jembatan dengan mengunakan
standarisasi sesuai spesifikasi serencanaan teknik jembatan.
Proses
perencanaan jembatan perlu dipahami terlebih dahulu sebelum melakukan
penghitungan dan pemilihan bentuk struktur sehingga perencanaan yang dihasilkan
dapat memenuhi fungsi struktur, bentuk yangt sesuai, efisien dan punya fungsi
estetika untuk itu dipandang perlu untuk mempelajari /melaksanakan proses
perencanaan jembatan dengan mengunakan standarisasi sesuai spesifikasi
serencanaan teknik jembatan.
Maksud dari seluruh tahapan perencanaan
adalah untuk menemukan struktur
yang
akan memenuhi pokok-pokok perencanaan, Yaitu :
1.
KekuatanUnsur Struktural dan Stabilitas Keseluruhan
Struktur
harus mempunyai kekuatan memadai untuk menahan beban pada kondisi ultimate dan
struktur sebagai satu kesatuan harus stabil pada pembebanan tersebut
2.
Kelayanan Struktural
Bangunan
bawah dan pondasi harus berada dalam keadaan layan pada beban batas beban
layan. Hal ini berarti struktur tidak boleh mengalami retakan, lendutan atau
getaran sedemekian sehingga masyarakat menjadi khawatir atau jembatan menjadi
tidak layak untuk penggunaan atau mempunyai pengurangan berarti dalam umur
kelayanan
3.
Keawetan
Bahan
yang dipilih harus sesuai untuk lingkungan, missal jembatan rangka baja yang di
galvanisasi tidak merupakan bahan terbaik untuk penggunaan di dalam lingkungan
laut agresif garam yang dekat pantai.
4.
Kemudahan Konstruksi
Pemilhan
rencana harus mudah dilaksanakan, rencana yang sulit akan dapat menyebabkan
waktu pengerjaan yang lama dan peningkatan biaya, sehingga harus di hindari
sedapat mungkin.
5.
Ekonomis dapat diterima
Rencana
termurah yang sesuai pendanaan dan pokok-pokok rencana lainnya umumnya yang
dipilih. Penekanan harus di berikan pada biaya umur total struktur yang
mencakup biaya pemeliharaan dan tidak hanya biaya permulaan konstruksi.
6.
Estetika
Struktur
jembatan harus menyatu dengan pemandangan alam dan menyenangkan
untuk
dilihat.
Ø Peraturan legal dalam perencanaan jembatan
1.
Peraturan
Perencanaan Jembatan (Bridge Design Code) BMS'92 dengan revisi Pada
bagian 2 Pembebanan jembatan, SK.SNI T-02-2005 (Kepmen
PU No.498/KPTSA,[12005)
2.
BMS’(2
dengan revisi pada Bagian
6 Perencanaan Struktur Beton jembatan, SK.SNI T-12-2004
(Kepmen PU No. 260/KPTSAd/2004)
3.
BMS’92 dengan revisi pada Bagian 7 Perencanaan Struktur baja jembatan SK.SNI T-03-2005 (Kepmen PU
No.498/KPTSAT/2005)
4.
Standar
Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Jembatan (Revisi SNI 03-2883-1992)
5.
Standar
perencanaan jalan pendekat jembatan (Pd T-11-2003)
6.
Panduan Analisa
Harga Satuan No. 028/T/Bm/1995,
Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum.
7.
SNI 1725-2016 Pembebanan Jembatan
8.
Surat
Edaran Dirjen Binamarga tentang Penyampaian Ketentuan Desain dan Revisi Jalan dan Jembatan
9.
Perencanaan
dan pelaksanaan konstruksi jembatan gantung untuk pejalan kaki
10. Rancangan 3
Penyambungan Tiang Pancang Beton Pracetak Untuk Fondasi Jembatan
11. RSNI T 12-2004
Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan
12. RSNI T-02-2005 Standar
pembebanan untuk jembatan
13. RSNI T-03-2005
perencanaan struktur baja untuk jembatan
14. SNI 2451-2008
Spesifikasi pilar dan kepala jembatan sederhana bentang 5 m sampai dengan 25 m dengan pondasi tiang pancang
15. SNI 2833-2008 Standar
perencanaan tahan gempa untuk jembatan
16. SNI 6747-2002 Tata
cara perencanaan teknis pondasi tiang untuk jembatan
17. Surat Edaran Mentri PU
07SEM2015 Pedoman Persyaratan Umum Perencanaan
jembatan
18. Surat Edaran
Direktorat Jenderal Bina Marga tentang Tata Cara Pengecatan Elemen Jembatan.
Ø Bagian-bagian pada konsturksi jembatan
Menurut
Siswanto (1993) struktur atas jembatan adalah bagian-bagian jembatan yang
memindahkan beban-beban lantai jembatan kearah perletakan. Bagian-bagian
struktur bangunan atas tersebut terdiri dari:
1. Rangka
Jembatan
Rangka
jembatan terbuat dari baja profil, sehingga lebih baik dalam menerima
beban-beban yang bekerja secara lateral (beban yang bekerja tegak lurus
terhadap sumbu batang).
2. Trotoar
Merupakan
tempat pejalan kaki yang terbuat dari beton, bentuknya lebih tinggi dari lantai
kendaraan atau permukaan aspal. Lebar trotoar minimal cukup untuk dua orang
berpapasan dan dipasang pada bagian kanan serta kiri jembatan.
3. Lantai
Kendaraan
Lantai
kendaraan adalah lintasanutama yang dilalui kendaraan. Lebar jalur kendaraan
yang diperkirakan cukup untuk berpapasan dua buah kendaraan. Dimana lebar badan
jalan adalah 7 meter.
4. Gelagar
Melintang
Gelagar
berfungsi menerima beban lantai kendaraan, trotoar dan beban lainnya dan
menyalurkannya ke rangka utama.
5. Ikatan
Angin
Ikatan
angin berfungsi untuk menahan atau melawan gaya yang diakibatkan oleh angin,
baik pada bagian atas maupun bawah jembatan.
6. Landasan/Perletakan
Landasan/Perletakan
dibuat untuk menerima gaya-gaya dari konstruksi
bangunan atas baik
secara horizontal, maupun vertikaldan
menyalurkannya ke bangunan di bawahnya.
Selain itu, berfungsi juga untuk mengatasi
perubahan panjang yang diakibatkan perubahan
suhu.Terdapat 3 (tiga) macam perletakan, yaitu: sendi, rol dan elestomer.
Menurut Departemen Pekerjaan Umum (Modul
Pengantar dan Prinsip-Prinsip Perencanaan Bangunan Bawah/Pondasi
Jembatan, 1988), fungsi utama bangunan bawah adalah memikul beban-beban pada
bangunan atas dan pada bangunan bawahnya sendiri untuk disalurkan ke pondasi.
Selanjutnya beban-beban tersebut oleh pondasi disalurkan ke tanah.
Bangunan ini terletak pada bagian bawah
konstruksi yang fungsinya untuk memikul beban-beban yang diberikan bangunan
atas. Kemudian disalurkan ke pondasi untuk diteruskan ke tanah keras
dibawahnya. Bangunan bawah secara umum terdiri atas :
1. Abutment
Abutment
adalah salah satu bagian konstruksi jembatan
yang terdapat pada ujung-ujung jembatan yang
berfungsi sebagai pendukung bagi bangunan di
atasnya dan sebagai penahan tanah timbunan
oprit. Jenis abutment ini dapat dibuat dari bahan seperti batu atau beton
bertulang.
2. Pelat
injak
Plat
injak berfungsi untuk menahan hentakan pertama
roda kendaraan ketika akan memasuki pangkal jembatan.
3. Optrit berfungsi
sebagai penghubung dari jalan menuju ke
jembatan, terletak di belakang abutment, berupa tanah ataupun pile slab.
4. Pondasi
Pondasi
berfungsi sebagai pemikul beban di atas dan meneruskannya ke lapisan
tanah pendukung tanpa mengalami konsolidasi
atau penurunan yang berlebihan. Adapun hal
yang diperlukan dalam perencanaan pondasi
adalah sebagai berikut:
1) Daya
dukung tanah terhadap konstruksi.
2) Beban-beban
yang bekerja pada tanah
baik secara langsung maupun yang tidak langsung.
3) Keadaan lingkungan
seperti banjir, longsor dan lainnya. Secara umum pondasi
yang sering digunakan pada jembatan ada 3
(tiga) yaitu:
a)
Pondasi sumuran
b)
Pondasi tiang pancang
c)
Pondasi borpile
Ø Bentuk- bentuk jembatan beserta gambar
1.
Jembatan Baja
Jembatan ini
berbahan dasar baja sebagai bahan konstruksi utamanya. Jembatan ini umumnya
digunakan untuk jembatan dengan bentang yang Panjang dengan beban yang diterima
cukuo besar. Seperti halnya beton pratekan, penggunaan jembatan baja banyak
digunakan dan bentuknya lebih bervariasi, karena dengan jembatan baja bentang
yang Panjang biaya yang harus dikeluarkan menjadi lebih sedikit
2.
Jembatan Beton
Prategang
Jembatan beton
prategang merupakan suatu perkembangan mutakhir dari bahan beton. Pada Jembatan
beton prategang diberikan gaya prategang awal yang dimaksudkan untuk
mengimbangi tegangan yang terjadi akibat beban. Jembatan beton prategang dapat
dilaksanakan dengan dua sistem yaitu post tensioning dan pre tensioning. Pada
sistem post tensioning tendon prategang ditempatkan di dalam duct setelah beton
mengeras dan transfer gaya prategang dari tendon pada beton dilakukan dengan
penjangkaran di ujung gelagar. Pada pre tensioning beton dituang mengelilingi
tendon prategang yang sudah ditegangkan terlebih dahulu dan transfer gaya
prategang terlaksana karena adanya ikatan antara beton dengan tendon. Jembatan
beton prategang sangat efisien karena analisa penampang berdasarkan penampang
utuh. Jembatan jenis ini digunakan untuk variasi bentang jembatan 20 - 40 meter
3.
Jembatan Kayu
Jembatan kayu merupakan
jembatan yang berbahan kayu. Jembatan ini biasanya mempunyai Panjang relative pendek
dengan beban yang diterima relative ringan, meskipun terlihat sederhana proses pembuatan
jembatan kayu harus memperhatikan dan mempertimbangkan ilmu gaya mekanika agar
jembatan yang dibuat kokoh, biasanya jembatan kayu terdapat di desa untuk
menghubungkan beberapa desa lainnya.
4.
Jembatan Gelagar
Komposit
Apabila dua buah balok bersusun secara
sederhana (tiered beam) seperti yang terlihat mereka bekerja secara
terpisah dan beban geser tergantung pada kekakuan lenturnya.
5.
Jembatan
Box Girder
Jembatan box girder umumnya
terbuat dari baja atau beton konvensional maupun prategang. box girder terutama
digunakan sebagai gelagar jembatan, dan dapat dikombinasikan dengan sistem
jembatan gantung, cable-stayed maupun bentuk pelengkung. Manfaat utama dari box
girder adalah momen inersia yang tinggi dalam kombinasi dengan berat sendiri
yang relatif ringan karena adanya rongga ditengah penampang. box girder dapat
diproduksi dalam berbagai bentuk, tetapi bentuk trapesium adalah yang paling
banyak digunakan. Rongga di tengah box memungkinkan pemasangan tendon prategang
diluar penampang beton. Jenis gelagar ini biasanya dipakai sebagai bagian dari
gelagar segmental, yang kemudian disatukan dengan sistem prategang post
tensioning. Analisa full prestressing suatu desain dimana pada penampang tidak
diperkenankan adanya gaya tarik, menjamin kontinuitas dari gelagar pada
pertemuan segmen. Jembatan ini digunakan untuk variasi panjang bentang 20 – 40
meter.
Beban-beban
yang Bekerja dalam Perencanaan Struktur Jembatan
Pembebanan
berdasarkan peraturan yang dikeluarkan Dirjen Bina Marga Departement Pekerjaan
Umum, yaitu RSNI T – 02 – 2005 tentang Standar Pembebanan untuk Jembatan.
Standar ini merupakan ketentuan pembebanan dan aksi-aksi lainnya yang akan digunakan
dalam perencanaan jembatan jalan raya termasuk jembatan pejalan kaki dan
bangunanbangunan sekunder yang terkait dengan jembatan. Beban-beban dan
aksiaksi metode penerapannya dapat di kombinasi dengan kondisi tertentu, dengan
seizin pejabat yang berwenang.
Butir-butir
tersebut diatas harus digunakan untuk perencanaan seluruh
jembatan
termasuk jembatan dengan bentang yang panjang, dengan bentang
utama
> 200 m.
A. Umum
a) Masa
dari setiap bagian bangunan harus dihitung berdasarkan dimensi yang tertera
dalam gambar dan kerapatan masa rata-rata dari bahan yang digunakan.
b) Berat
dari bagian-bagian bangunan tersebut adalah masa dikalikan dengan percepatan
gravitasi (g). Percepatan gravitasi yang digunakan dalam standar ini adalah 9,8
m/dt2. Besarnya kerapatan masa dan berat isi untuk berbagai macam bahan
diberikan dalam tabel terlampir.
c) Pengambilan
kerapatan masa yang besar mungkin aman untuk suatu keadaan batas, akan tetapi
tidak untuk keadaan yang lainnya. Untuk mengatasi masalah tersebut dapat
digunakan faktor beban terkurangi. Akan tetapi apabila kerapatan massa diambil
dari suatu jajaran harga, dan harga yang sebenarnya tidak dapat ditentukan
dengan tepat, maka perencanaan harus memilih harga tersebut untuk memperoleh
keadaan yang paling kritis. Faktor beban yang digunakan sesuai dengan yang
tercantum dalam standar ini tidak dapat diubah.
d) Beban mati
jembatan terdiri dari berat masing-masing bagian struktur dan elemen-elemen non
struktur. Masing-masing berat elemen ini harus dianggap sebagai aksi yang
terintegrasi pada waktu mernerapkan faktor beban biasa yang terkurangi.
Perencanaan jembatan harus menggunakan kebijaksanaannya didalam menentukan
elemen-elemen tersebut.
e) Tipe
aksi, dalam hal tertentu aksi bisa meningkatkan respon total jembatan
(mengurangi keamanan) pada salah satu bagian jembatan, tetapi mengurangi respon
total (menambah keamanan) pada bagian lainnya.
A. Beban Sendiri
Beban
mati jembatan terdiri dari masing-masing bagian struktural dan elemen-elemen
non struktural. Masing-masing berat elemen ini harus dianggap sebagai aksi yang
terintegrasi pada waktu menerapkan faktor beban biasa dan yang terkurangi.
Perencana jembatan harus menggunakan kebijaksanaannya di dalam menentukan elemen-elemen
tersebut.
B. Beban Mati Tambahan/Utilitas
Beban
mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk suatu beban pada
jembatan yang merupakan elemen non-struktural, dan besarnya dapat berubah
selama umur jembatan.
C. Beban Terbagi Rata (BTR)
Mempunyai
intensitas q kPa, dimana besarnya q tergantung pada
panjang
total yang dibebani L seperti berikut:
L
≤ 30 m : q = 9,0 kPa
L
> 30 m : q = 9,0 [ 0,5 + 15 / L ] kPa
dengan
pengertian:
-
q adalah
intensitas beban terbagi rata (BTR) dalam arah memanjang jembatan.
-
L
adalah panjang total jembatan yang dibebani (meter).
Hubungan
ini bisa dilihat dalam gambar 2.2 panjang yang dibebani L adalah panjang total
BTR yang bekerja pada jembatan. BTR memungkinkan harus dipecah menjadi
panjang-panjang tertentu untuk mendapatkan pengaruh maksimum pada jembatan
menerus atau
bangunan
khusus.
D. Beban Garis Terpusat (BGT)
Beban
garis terpusat (BGT) dengan intensitas pKN/m harus ditempatkan tegak
lurus terhadap arah lalu litas pada jembatan. Besarnya intensitas p adalah
49,0 KN/m. Untuk mendapatkan momen lentur negatif maksimum pada jembatan
menerus, BGT kedua yang identik harus ditempatkan pada posisi dalam arah
melintang, jembatan pada bentang lainnya.
E. Beban Truk “T”
Pembebanan
truk “T” terdiri dari kendaraan truk semi-trailer yang mempunyai susunan dan
berat as. Dimana berat dari masing-masing as disebarkan menjadi 2 beban merata
sama besar yang merupakan bidang kontak antara roda dengan permukaan lantai.
Jarak antara 2 as tersebut bisa diubah-ubah antara 4,0 m sampai 9,0 m untuk
mendapatkan pengaruh terbesar pada arah memanjang jembatan.
F. Beban Pejalan Kaki
Bekerjanya
gaya-gaya di arah memanjang jembatan, akibat gaya rem dan traksi, harus
ditinjau untuk kedua jurusan lalu lintas. Pengaruh ini diperhitungkan senilai
dengan gaya rem sebesar 5% dari beban lajur D yang dianggap ada pada semua
jalur lalu lintas. tanpa dikalikan dengan faktor beban dinamis dan dalam satu
jurusan. Gaya rem tersebut dianggap bekerja horisontal dalam arah sumbu
jembatan dengan titik tangkap setinggi 1,8m di atas permukaan lantai kendaraan.
Beban lajur D disini jangan direduksi bila panjang bentang melebihi 30 m, q =
9 kPa.
G. Gaya Rem
Gaya
rem tidak boleh digunakan tanpa memperhitungkan pengaruh beban lalu lintas
vertikal. Dalam hal dimana beban lalu lintas vertikal mengurangi pengaruh gaya
rem
(seperti
pada stabilitas guling dari pangkal jembatan), maka Faktor Beban Ultimit
terkurangi sebesar 40% boleh digunakan untuk pengaruh beban lalu lintas
vertikal.Pembebanan lalu lintas 70% dan faktor pembesaran di atas 100 % BGT dan
BTR tidak berlaku untuk gaya rem
NAMA: MUHAMMAD CHANDRA ADITYA
KELAS: 3TA03
NAMA: 14316163
DOSEN: I KADEK BAGUS WIDANA PUTRA
Komentar
Posting Komentar